Tahukah Anda? Sebuah desa kecil di Provinsi Jawa Barat yang bernama Kapetakan, menjadi sentra kerajinan berbahan dasar kulit ular. Satu bulannya, produsen bisa mendapatkan peghasilan Rp 15 juta untuk memenuhi pasar lokal, dengan harga produk Rp 150 ribu – Rp Rp 300 ribu per item. Sementara itu untuk pangsa ekspor, raupan penghasilan yang bisa didulang mencapai lebih kurang Rp 40 juta.
Adalah Wakira, orang yang mengembangkan bisnis kerajinan kulit ular ini. Dia dikenal sebagai “bos cobra” yang cukup lekat karena banyak ular yang ada di pabriknya. Wakira memiliki 10 karyawan yang didaulat untuk memroduksi tas, sepatu, dompet, dan ikat pinggang.
Bahan bakunya benar-benar dari ular yang awalnya masih hidup. Di pabrik tersebut, kulit ular dipisahkan dari dagingnya. Kulitnya untuk bahan kerajinan dan dagingnya dijual kepada orang yang suka menyantap ular. Kabarnya, daging ular bisa untuk mengobati penyakit kulit, asma, dan penambah vitalitas pria.
Ular yang dipakai adalah yang berusia sekitar 3-4 tahun. Berbagai jenis ular bisa digunakan kulitnya. Biasanya ular-ular ini ditangkap oleh penduduk desa dan dijual pada Wakira. Ular tersebut banyak ditemukan di hutan, padang rumput, dan sebagainya.
Kulit ular yang sudah dipisahkan, dimasukkan ke dalam oven panas sampai mengering. Ada juga yang dicelup sesuai dengan bentuk yang akan dibuat, lalu dibiarkan mengering pada sebuah papan dengan bantuan sinar matahari. Setelah kering, dilakukan penyamakan kulit. Semua proses ini memakan waktu 2-3 hari. Setelah itu, kulit ular dibentuk menurut kerajinan yang dikehendaki.
Dikutip Amusing Planet, pangsa terbesar untuk kulit ular saat ini, dipegang oleh Uni Eropa. Pada tahun 2000 samai 2005, tercatat 3,4 juta kulit ular masuk ke negara Uni Eropa. Dan, Italia adalah konsumen terbesar kulit ular yang dipakai untuk membuat sepatu, tas, ikat pinggang, dan dompet.